Akun Facebook grup Pontianak Informasi mendadak mendapat sorotan ratusan masyarakat. Ada apa? Ternyata, anggota grup, Agus Nadi, mengunggah beberapa foto penyu pada 19 Agustus. Posting disertai gambar penyu dipegang orang dewasa.
“Gan ane nemu penyu hijau di sungai dekat rumah ane. Pertanyaan ane, bagus penyu ini diapakan? Makanan penyu ini apa?” tulis Agus Nadi.
Berbagai komentar masuk, bahkan ada menawar Rp3 juta. Agus mendapat banyak permintaan pertemanan, terutama dari media massa. Keesokan, pukul 17.11, rekan Agus, Noval Riyanda, juga mengunggah foto penyu. Kali ini mereka seakan memamerkan si penyu, dengan mengangkat di bagian tempurung.
Tiga pose Noval ditautkan dengan Agus dan Rafy Bertuah. Ketiganya, tidak menyadari penyu sangat langka. Saat dihubungi via Facebook, Agus membenarkan penyu itu masuk ke sungai dekat kediamannya. “Penyu Bos, kayaknya sih penyu hijau.”
Dari Agus, diketahui penyu itu dipelihara Muhammad Rudini, warga Jalan Tanjung Harapan, Kelurahan Banjar Serasan Pontianak Timur. Karena terbatasan tempat, Rudi pun menitipkan penyu di kediaman Fathana di Gang Kejora. Mahasiswa Politeknik Untan ini menyiapkan kolam ikan di depan rumah.
Rudi mengisahkan, mereka mendapati penyu berjalan di bawah surau, Senin (18/8/14) di Jalan Tanjung Harapan. Awalnya, mereka tidak menyangka itu penyu. “Penyu masuk ke bawah surau, air semata kaki. Lalu ditangkap ramai-ramai.”
Dari penelusuran di internet Rudi dan rekan-rekannya mengetahui penyu itu tergolong langka. Namun, Rudi tidak mengetahui, kepada siapa hewan ini diserahkan.
Ketidaktahuan harus menyerahkan penyu ke mana, mereka sempat ingin melepaskan ke pantai. Rudi dan teman-teman pergi Pantai Jungkat. Karena kemalaman, pantai sudah ditutup. Penyu kembali menempati kolam berukuran 1×3 meter di depan rumah Fatan.
Lebar karapas penyu muda itu 40 cm, dengan panjang 44,5 cm. Kondisi penyu mulai lemah. Ada lecet-lecet di bawah tubuhn. Kaki dan sirip kanan sedikit terluka.
Dwi Suprapti, koordinator Konservasi Penyu WWF-Indonesia Program Kalbar, mengkonfimasi itu penyu hijau, masuk endangered species. Penyu hijau (chelonia mydas) dilindungi PP 7 Tahun 1999 dan Appendix 1 CITES, serta UU Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya.
Habitat penyu di laut, kemungkinan mencapai sungai (estuaria) karena faktor tertentu. Ia dapat bertahan hidup dalam jangka waktu tertentu di air payau. Namun, kata Dwi, di sekitar DAS Kapuas, tidak ada feeding ground maupun pantai penelusuran. Hingga, memerlukan investigasi lebih lanjut mengapa penyu sampai ke Sungai Kapuas.
Dwi menyarankan, segera menghubungi Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam di Pontianak. Makin lama penyu tidak dikembalikan ke habitat, makin sedikit peluang bertahan hidup.
Kate Mansfield, peneliti biologi kelautan dari University of Central Florida, dalam laporan yang dimuat di jurnal Proceedings of the Royal Society B, 4 Maret 2014, menyatakan, pengamatan melalui satelit menemukan banyak penyu keluar dari rute migrasi dan membuat jalur sendiri. Walau Penyu muda dibekali dengan insting peta magnetik untuk mengikuti rute migrasi, namun banyak yang melenceng. Hal ini karena kumpulan rumput laut atau sargassum, yang menjadi tumpangan nyaman bagi para penyu muda sekaligus makanan bagi selama menjelajah lautan.
Penyu satwa berdarah dingin, hingga memerlukan panas eksternal untuk menaikkan suhu tubuh. Namun pola penyu muda yang mengikuti sargassum ini, mengakibatkan mereka kian terancam.
Keberadaan penyu muda masuk Sungai Kapuas, cukup menarik. Dwi mengatakan, Banjar Serasan, terletak hampir 20 kilometer dari muara sungai. “Walau bisa terbawa arus, tetapi terlalu jauh.” Dari besar karapas, Dwi memperkirakan usia sekitar 5-10 tahun.
Petugas BKSDA Kalbar, P Samosir, berterima kasih kepada anak muda yang mau menyelamatkan penyu. Evakuasi penyu Sabtu (23/8/14) dari kediaman Fathana. Rudi dan rekan-rekan menandatangani berita acara penyerahan hewan langka itu, untuk kemudian dilepasliar ke Pantai Jungkat. “Kondisi sangat lemah. Harus segera dirilis.”
Penyu hijau memiliki ciri warna kuning kehijauan atau coklat hitam gelap, cangkang bulat telur bila dilihat dari atas dan kepala relatif kecil dan tumpul. Ukuran panjang antara 80-150 cm dan berat mencapai 132 kg. Penyu hijau jarang ditemui di perairan beriklim sedang, tapi sangat banyak tersebar di wilayah tropis dekat pesisir benua dan sekitar kepulauan.
Usia kematangan seksual penyu hijau tidak pasti, sampai saat ini diperkirakan 45-50 tahun. Penyu hijau betina bermigrasi dalam wilayah luas, antara kawasan mencari makan dan bertelur, tetapi cenderung mengikuti garis pantai dibandingkan menyeberangi lautan terbuka.
Masih Diburu
Saat Festival Pesisir Paloh 2014, menyisakan cerita tersendiri. Salah satu festival sosialisasi kepada warga untuk menjaga penyu dari pencurian, baik individu maupun telur. Namun, satuan petugas pengamanan lintas Yonif 143/Tri Wira Eka Jaya berhasil menangkap pemuda yang mencoba menyelundupkan penyu di perbatasan Kalimantan Barat-Sarawak Malaysia.
Nauval, warga Dusun Teluk Nibung Desa Paloh, Sabtu (23/5/14), mencoba menerobos perbatasan saat diperiksa Satgas Pamtas. “Dia tidak menghentikan kendaraan, saat anggota memeriksa warga yang akan keluar perbatasan maupun yang masuk,” kata Danton Pamtas Temajo, Lettu Kav M Eka Perwira Chandra.
Eka mengatakan, anggota TNI berhasil menghentikan Nauval dan memeriksa bawaan serta kendaraan. Nauval mengaku mendapat telur penyu dari lima pemuda di Pantai Sungai Banyuan. Dia bersama Syarif, petugas Rutan Sambas. “Mereka kami dapati membagi-bagikan telur penyu. Lalu memberi kami 31 telur penyu,” kisah Nauval.
Dia dengar, Sajudi, warga Desa Melano Sarawak, mau membeli RM80 sen per butir. Sajudi sehari-hari sebagai penjual sembako.
Dwi mengatakan, Nauval mungkin pemain baru. Semula dia menengarai warga masih mencuri dan menjadi pengumpul telur penyu.
Albert Tjiu, species officer WWF Kalbar, April lalu, menyatakan, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara, yang kaya keragaman hayati merupakan ladang empuk pelaku perdagangan satwa ilegal.
Data Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Indonesia mengalami kerugian lebih Rp9 triliun per tahun akibat perburuan dan perdagangan satwa dilindungi. Di pasar global, perdagangan ilegal satwa liar berkisar US$10-20 miliar per tahun, atau terbesar kedua setelah bisnis narkoba.
Di Indonesia, wilayah yang termasuk rawan perdagangan satwa dilindungi adalah Pontianak, Jakarta, Medan dan daerah pesisir Sumatera. Kalimantan bahkan menjadi sumber utama perdagangan hewan dilindungi dan hampir punah yakni trenggiling.
Rute dimulai dari Kudat (Sabah) ke Johor Bahru (Peninsular Malaysia) lalu dari Philipina ke Kudat dan Sandakan hingga dari Kalimantan Barat ke SarawakLimbang (Sarawak) menuju ke Tawau lalu ke China.
Menurut Albert, China menjadi pasar terbesar perdagangan satwa liar ini. “Di China masih ada kepercayaan satwa liar memiliki khasiat manjur.”
Modus, dengan menyembunyikan dalam kontainer, badan, tas, dan jalan pemalsuan dokumen. Albert meyakini, sebelum 2000-an perdagangan satwa dilindungi bersamaan dengan penyelundupan kayu (terutama orangutan dan kelempiau). Lalu, dicampur yang legal dan mirip, menggunakan kapal penumpang dan berlindung di balik kepentingan adat.
0 komentar:
Posting Komentar