Presiden Langsing, Kabinet Ramping?
Kamis, 28 Agustus 2014, 12:00 WIB
Upacara Hari Sumpah Pemuda baru saja berakhir di kantorkantor instansi
negara pada 28 Oktober 1999 silam. Alihalih kembali masuk kantor dan
bekerja, ratusan pegawai Departemen Sosial dan Departemen Penerangan
saat itu memilih beramai-ramai menuju Istana Negara.
Di depan Istana Negara, para abdi negara melepaskan unek-unek mereka. Ratusan pegawai tersebut memprotes kebijakan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, presiden saat itu, yang menghapuskan Departemen Sosial dan Departemen Penerangan.
Perwakilan para pengunjuk rasa kemudian diterima Gus Dur. Petinggipetinggi dari kedua departemen juga menghadap. Kendati demikian, Gus Dur berkeras dengan keputusannya. Perampingan, juga penggemukan, kabinet bukan barang baru di Indonesia. Belakangan, ia kembali hangat jadi pembicaraan selepas pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) diputus MK sebagai pemenang Pilpres 2014.
Wacana kabinet ramping mula-mula diutarakan Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menjelang Pileg 2014 lalu. "Prinsipnya, kabinet kerjasama parpol kecil, ramping," ujarnya awal April lalu.
Sedangkan Jokowi hanya sekilas me nyinggung soal kabinet ramping. Menu rutnya, kabinet ramping untuk menghindari bagi-bagi kursi di antara partai politik. "Kita itu harus punya keberanian untuk melakukan itu. Kalau ndak, ya kita begini terus, bagi-bagi kursi," kata Jokowi menjelang pilpres.
Selepas Jokowi dinyatakan KPU sebagai pemenang Pilpres 2014, justru anggota Tim Transisi yang kencang menyuarakan hal tersebut. Deputi Tim Transisi Hasto Kristanto menegaskan, Jokowi menjanjikan akan membentuk kabinet ramping saat berkampanye. Ia juga mengatakan perampingan akan dirancang Tim Transisi. "Jokowi ingin kabinet yang ramping dan efektif," ujar dia, awal Agustus lalu. Kendati demikian, ia belum mengungkapkan kementerian-kementerian yang akan dilikuidasi.
Direktur Pusat Kajian Analis Lembaga Administrasi Negara Anwar Sanusi menilai, postur pemerintahan di Indonesia selama ini memang menimbulkan inefisiensi anggaran.
Ia mencontohkan, pulau-pulau kecil ditangani oleh Ditjen Pesisir dan Pulau Kecil di Kementerian Kelautan dan Per ikanan. Sementara, jika ada kemiskinan di lokasi tersebut, ditangani pula oleh Kementerian Sosial. Pulau kecil biasanya masuk daerah tertinggal yang kemudian ditangani oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. "Ini overlaping yang luar biasa," kata Anwar Sanusi.
Ia juga mencontohkan, Cina yang memiliki 1,3 miliar penduduk hanya memiliki 23 kementerian dibanding jumlah menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu II sebanyak 34 orang. "Yang memiliki lebih dari 30 kementerian adalah negara-negara yang baru berkembang seperti Srilanka, Bangladesh, India, termasuk Indonesia," imbuhnya.
Belakangan, JK secara terbuka mengatakan bahwa perubahan dalam kementerian tak harus mengurangi jumlah kabinet. Menurut dia, fungsi eselonlah yang harus diperbaiki. Sebab, pengambilan kepu tusan dan kebijakan menteri justru diambil alih bawahannya. "Jadi memperpendek jarak sehingga tanggung jawab ada pada tingkat menteri itu sendiri," kata JK.
Opsi perampingan kabinet, kata dia, tidak sesuai dengan kondisi Indonesia. Jumlah penduduk sebanyak 250 juta dianggap sesuai dengan komposisi kabinet sekarang, yakni 34 kementerian. Ia memperhitungkan, satu kementrian mengurus sekitar 8 juta orang. "Kalau Malaysia ada 24 kementerian, namun penduduknya hanya 24 juta. Jadi, satu kementerian satu juta orang. Kalau kita banyak penduduknya," ujar dia.
Ia juga menilai, saat Jokowi-JK dilantik, mereka langsung bekerja sehingga tak perlu banyak bongkar pasang kabinet. Sebab, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan sampai satu tahun agar bisa menyesuaikan arsitektur kabinet baru tersebut.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Nasdem Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, perampingan kabinet hanya akan menghasilkan beban baru. "Ini kan akan menjadi beban baru bagaimana penataan kepegawaiannya, bagaimana menyelamatkan aset-asetnya. Itu kan me nyita energi dan waktu. Kalau melihat itu kan rasanya nggak mungkin," kata Ferry.
Jangan Terburu-buru
Pengamat politik dari Indobarometer, Muhammad Qodari, mengatakan, usulan perampingan kabinet pemerintahan Jokowi-JK jangan terburu-buru. Menurutnya, perampingan akan berdampak pada implikasi masalah kepegawaian.
"Kalau mau melakukan penggabungan, hanya untuk kementerian yang tidak mengubah personalia secara ekstrem, karena itu tidak mudah. Untuk amannya, pakai saja kementerian yang ada sekarang ini," terangnya.
Pada hari pertama seusai pelantikan, lanjutnya, sebisa mungkin Jokowi harus sudah bekerja melaksanakan visi-misi dengan segera. "Saya khawatir, kalau ada macam-macam penggabungan itu bisa-bisa tiga bulan sibuk dengan administrasi penggabungan," jelasnya.
Kalau Jokowi menginginkan perampingan kabinet, kata Qodari, bisa dilakukan kalau terpilih kembali menjadi presiden pada periode berikutnya. Dengan demikian, Jokowi sudah paham persoalan dengan baik dan sudah tahu kementerian mana yang mau digabung dan antisipasinya seperti apa.
Direktur Eksekutif Indostrategi Andar Nurbowo mengatakan, wacana perampingan kabinet memang murni dari Jokowi, bukan atas dorongan orang-orang dekat Jokowi di PDI Perjuangan. Sebab itu, ia harus memperjuangkan ide tersebut
Andar mengaku tidak heran Jika Jusuf Kalla berbeda pendapat dengan Jokowi mengenai struktur kabinet. Sebab, kata Andar, Jusuf Kalla adalah kreator struktur kabinet gemuk. Jusuf Kalla, kata Andar, adalah politisi yang realistis. Kabinet yang dimaksud Jusuf Kalla itu bukan hanya soal efektivitas managerial, tetapi juga alasan akomodasi politik. "Dia harus yakin dengan gagasannya. Tinggal perlu mengomunikasikan gagasan ideal itu dengan JK," tuturnya. n c62/c87c92 ed: fitriyan zamzami
***
Kabinet dari Masa ke Masa
Masa Perjuangan Kemerdekaan
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Amir Sjarifuddin II
Jumlah Anggota: 37 orang
Pimpinan Kabinet: Amir Sjarifuddin
Masa Kerja: 11 November 1947-29 Januari 1948
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Darurat
Jumlah Anggota: 12 orang
Pimpinan Kabinet: S Prawiranegara
Masa Kerja: 19 Desember 1948-13 Juli 1949
Masa Demokrasi Parlementer
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Ali sastroamidjojo II
Jumlah Anggota: 24 orang
Pimpinan Kabinet: Ali sastroamidjojo
Masa Kerja: 9 April 1957-10 Juli 1959
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Susanto
Jumlah Anggota: 10 orang
Pimpinan Kabinet: Susanto Tirtoprodjo
Masa Kerja: 20 Desember 1949-21 Januari 1950
Masa Demokrasi Terpimpin
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Dwikora II
Jumlah Anggota: 132 orang
Pimpinan: Presiden Sukarno
Masa Kerja: 24 Februari 1966-28 Maret 1966
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Ampera II
Jumlah Anggota: 24 orang
Pimpinan Kabinet: Jenderal Soeharto
Masa Kerja: 17 Oktober 1967-6 Juni 1968
Masa Orde Baru
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Pembangunan V
Jumlah Anggota: 44 orang
Pimpinan: Presiden Soeharto
Masa Jabatan: 23 Maret 1988-17 Maret 1993
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Pembangunan I
Jumlah Anggota: 24 orang
Pimpinan Kabinet: Presiden Soeharto
Masa Kerja: 6 Juni 1968-28 Maret 1973
Masa Reformasi:
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Indonesia Bersatu II
Jumlah Anggota: 38 orang
Pimpinan: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Masa kerja: 22 Oktober 2009-22 Oktober 2014
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Gotong Royong
Jumlah Anggota: 33 orang
Pimpinan Kabinet: Presiden Megawati Soekarnoputri
Masa Kerja: 9 Agustus 2001-21 Oktober 2004
Sumber: Pusat Data Republika
Opsi Tim Transisi Jokowi:
1. Tetap dengan 34 menteri dengan nama kementerian diubah
Pertimbangan:
- Manuver fiskal anggaran terbatas
- Pemberesan tumpang-tindihnya kewenangan kementerian
- Mempercepat ritme kerja kementerian
2. Mengurangi jumlah kementerian menjadi 27 departemen
Pertimbangan:
- Sejumlah kementerian tak bisa ditiadakan
- Usulan pemecahan dan penggabungan kementerian
3. Mengurangi jumlah kementerian menjadi 20 atau 24 kementerian
Pertimbangan:
- Penyesuaian kebutuhan kementerian
Usulan Kabinet Tim Transisi
- Pembentukan Kabinet Maritim
- Pembentukan Kementerian Kedaulatan Pangan
- Pembentukan lembaga Penerimaan Negara
- Pemisahan Kementerian Pendidikan dan Budaya Nasional Menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Kementerian Pendidikan Tinggi.
- Penggabungan Kementerian Pendidikan Tinggi dengan Kementerian Riset dan Teknologi.
Sumber: Rumah Transisi
Analisis Lembaga Administrasi Negara
I. Opsi Ideal
Kementerian Portofolio (Departemen)
1. Keuangan
2. Hukum
3. Pertahanan
4. Agama
5. Luar Negeri
6. Kesejahteraan dan Kesehatan Rakyat
7. Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga
8. Pendidikan Tinggi dan Iptek
9. Energi dan Sumber Daya Mineral
10. Pertanian (Perkebunan, Perikanan, dan Peternakan)
11. Kehutanan dan Lingkungan Hidup
12. Transportasi
13. Pekerjaan Umum dan Pemukiman
Kementerian Nonportofolio (Meneg)
14. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
15. Komunikasi dan Informasi
16. Industri, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM
17. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
18. BUMN
19. Maritim
20. Dalam Negeri
Kantor Kepresidenan
1. Setneg
2. Urusan Pembangunan Nasional
3. Urusan Reformasi Administrasi
4. Urusan Pengawasan
5. Urusan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
II. Opsi Moderat
Kementerian Portofolio (Departemen)
1. Keuangan
2. Hukum
3. Pertahanan
4. Agama
5. Luar Negeri
6. Kesehatan
7. Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga
8. Pendidikan Tinggi dan Iptek
9. Energi dan Sumber Daya Mineral
10. Pertanian (Perkebunan, Perikanan, dan Peternakan)
11. Kehutanan dan Lingkungan Hidup
12. Transportasi
13. Pekerjaan Umum
14. Perumahan Rakyat
15. Kesejahteraan Rakyat
Kementerian Nonportofolio (Meneg)
16. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
17. Komunikasi dan Informasi
18. Industri dan Perdagangan
19. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
20. BUMN
21. Lingkungan Hidup
22. Maritim
23. Dalam negeri
24. Koperasi dan UMKM
Kantor Kepresidenan
1. Setneg
2. Urusan Pembangunan Nasional
3. Urusan Reformasi Administrasi
4. Urusan Pengawasan
5. Urusan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
III. Opsi Realis
Kementerian Portofolio (Departemen)
1. Keuangan
2. Hukum
3. Pertahanan
4. Agama
5. Luar Negeri
6. Kesehatan
7. Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga
8. Pendidikan Tinggi dan Iptek
9. Energi dan Sumber Daya Mineral
10. Pertanian (Perkebunan, Perikanan, dan Peternakan)
11. Kehutanan dan Lingkungan Hidup
12. Transportasi
13. Pekerjaan Umum
14. Perumahan Rakyat
15. Kesejahteraan Rakyat
Kementerian Nonportofolio (Meneg)
16. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
17. Komunikasi dan Informasi
18. Industri dan Perdagangan
19. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
20. BUMN
21. Lingkungan Hidup
22. Maritim
23. Dalam negeri
24. Koperasi dan UMKM
Kantor Kepresidenan
1. Setneg
2. Urusan Pembangunan Nasional
3. Urusan Reformasi Administrasi
4. Urusan Pengawasan
5. Urusan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Kementerian Koordinator
1. Bidang Manajemen Pemerintah
2. Bidang Sektoral
Sumber: Analisis Lembaga Administrasi negara
Rapor Kabinet Indonesia Bersatu II
Versi Ombudsman RI*:
Rapor Merah:
Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pertanian
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Rapor Kuning:
Kementerian Agama
Kementerian Hukum dan HAM
Kementerian Kehutanan (Kemenhut)
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Keuangan
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian Perhubungan
Kementerian Riset dan Teknologi
Rapor Hijau:
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
Kementerian Kesehatan
Kementerian Perdagangan
Kementerian Perindustrian
* Penilaian didasari pada pelaksanaan Undang-Undang dan pelayanan publik
Sumber: Observasi Ombudsman RI 2013
Di depan Istana Negara, para abdi negara melepaskan unek-unek mereka. Ratusan pegawai tersebut memprotes kebijakan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, presiden saat itu, yang menghapuskan Departemen Sosial dan Departemen Penerangan.
Perwakilan para pengunjuk rasa kemudian diterima Gus Dur. Petinggipetinggi dari kedua departemen juga menghadap. Kendati demikian, Gus Dur berkeras dengan keputusannya. Perampingan, juga penggemukan, kabinet bukan barang baru di Indonesia. Belakangan, ia kembali hangat jadi pembicaraan selepas pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) diputus MK sebagai pemenang Pilpres 2014.
Wacana kabinet ramping mula-mula diutarakan Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo menjelang Pileg 2014 lalu. "Prinsipnya, kabinet kerjasama parpol kecil, ramping," ujarnya awal April lalu.
Sedangkan Jokowi hanya sekilas me nyinggung soal kabinet ramping. Menu rutnya, kabinet ramping untuk menghindari bagi-bagi kursi di antara partai politik. "Kita itu harus punya keberanian untuk melakukan itu. Kalau ndak, ya kita begini terus, bagi-bagi kursi," kata Jokowi menjelang pilpres.
Selepas Jokowi dinyatakan KPU sebagai pemenang Pilpres 2014, justru anggota Tim Transisi yang kencang menyuarakan hal tersebut. Deputi Tim Transisi Hasto Kristanto menegaskan, Jokowi menjanjikan akan membentuk kabinet ramping saat berkampanye. Ia juga mengatakan perampingan akan dirancang Tim Transisi. "Jokowi ingin kabinet yang ramping dan efektif," ujar dia, awal Agustus lalu. Kendati demikian, ia belum mengungkapkan kementerian-kementerian yang akan dilikuidasi.
Direktur Pusat Kajian Analis Lembaga Administrasi Negara Anwar Sanusi menilai, postur pemerintahan di Indonesia selama ini memang menimbulkan inefisiensi anggaran.
Ia mencontohkan, pulau-pulau kecil ditangani oleh Ditjen Pesisir dan Pulau Kecil di Kementerian Kelautan dan Per ikanan. Sementara, jika ada kemiskinan di lokasi tersebut, ditangani pula oleh Kementerian Sosial. Pulau kecil biasanya masuk daerah tertinggal yang kemudian ditangani oleh Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. "Ini overlaping yang luar biasa," kata Anwar Sanusi.
Ia juga mencontohkan, Cina yang memiliki 1,3 miliar penduduk hanya memiliki 23 kementerian dibanding jumlah menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu II sebanyak 34 orang. "Yang memiliki lebih dari 30 kementerian adalah negara-negara yang baru berkembang seperti Srilanka, Bangladesh, India, termasuk Indonesia," imbuhnya.
Belakangan, JK secara terbuka mengatakan bahwa perubahan dalam kementerian tak harus mengurangi jumlah kabinet. Menurut dia, fungsi eselonlah yang harus diperbaiki. Sebab, pengambilan kepu tusan dan kebijakan menteri justru diambil alih bawahannya. "Jadi memperpendek jarak sehingga tanggung jawab ada pada tingkat menteri itu sendiri," kata JK.
Opsi perampingan kabinet, kata dia, tidak sesuai dengan kondisi Indonesia. Jumlah penduduk sebanyak 250 juta dianggap sesuai dengan komposisi kabinet sekarang, yakni 34 kementerian. Ia memperhitungkan, satu kementrian mengurus sekitar 8 juta orang. "Kalau Malaysia ada 24 kementerian, namun penduduknya hanya 24 juta. Jadi, satu kementerian satu juta orang. Kalau kita banyak penduduknya," ujar dia.
Ia juga menilai, saat Jokowi-JK dilantik, mereka langsung bekerja sehingga tak perlu banyak bongkar pasang kabinet. Sebab, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan sampai satu tahun agar bisa menyesuaikan arsitektur kabinet baru tersebut.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Nasdem Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, perampingan kabinet hanya akan menghasilkan beban baru. "Ini kan akan menjadi beban baru bagaimana penataan kepegawaiannya, bagaimana menyelamatkan aset-asetnya. Itu kan me nyita energi dan waktu. Kalau melihat itu kan rasanya nggak mungkin," kata Ferry.
Jangan Terburu-buru
Pengamat politik dari Indobarometer, Muhammad Qodari, mengatakan, usulan perampingan kabinet pemerintahan Jokowi-JK jangan terburu-buru. Menurutnya, perampingan akan berdampak pada implikasi masalah kepegawaian.
"Kalau mau melakukan penggabungan, hanya untuk kementerian yang tidak mengubah personalia secara ekstrem, karena itu tidak mudah. Untuk amannya, pakai saja kementerian yang ada sekarang ini," terangnya.
Pada hari pertama seusai pelantikan, lanjutnya, sebisa mungkin Jokowi harus sudah bekerja melaksanakan visi-misi dengan segera. "Saya khawatir, kalau ada macam-macam penggabungan itu bisa-bisa tiga bulan sibuk dengan administrasi penggabungan," jelasnya.
Kalau Jokowi menginginkan perampingan kabinet, kata Qodari, bisa dilakukan kalau terpilih kembali menjadi presiden pada periode berikutnya. Dengan demikian, Jokowi sudah paham persoalan dengan baik dan sudah tahu kementerian mana yang mau digabung dan antisipasinya seperti apa.
Direktur Eksekutif Indostrategi Andar Nurbowo mengatakan, wacana perampingan kabinet memang murni dari Jokowi, bukan atas dorongan orang-orang dekat Jokowi di PDI Perjuangan. Sebab itu, ia harus memperjuangkan ide tersebut
Andar mengaku tidak heran Jika Jusuf Kalla berbeda pendapat dengan Jokowi mengenai struktur kabinet. Sebab, kata Andar, Jusuf Kalla adalah kreator struktur kabinet gemuk. Jusuf Kalla, kata Andar, adalah politisi yang realistis. Kabinet yang dimaksud Jusuf Kalla itu bukan hanya soal efektivitas managerial, tetapi juga alasan akomodasi politik. "Dia harus yakin dengan gagasannya. Tinggal perlu mengomunikasikan gagasan ideal itu dengan JK," tuturnya. n c62/c87c92 ed: fitriyan zamzami
***
Kabinet dari Masa ke Masa
Masa Perjuangan Kemerdekaan
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Amir Sjarifuddin II
Jumlah Anggota: 37 orang
Pimpinan Kabinet: Amir Sjarifuddin
Masa Kerja: 11 November 1947-29 Januari 1948
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Darurat
Jumlah Anggota: 12 orang
Pimpinan Kabinet: S Prawiranegara
Masa Kerja: 19 Desember 1948-13 Juli 1949
Masa Demokrasi Parlementer
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Ali sastroamidjojo II
Jumlah Anggota: 24 orang
Pimpinan Kabinet: Ali sastroamidjojo
Masa Kerja: 9 April 1957-10 Juli 1959
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Susanto
Jumlah Anggota: 10 orang
Pimpinan Kabinet: Susanto Tirtoprodjo
Masa Kerja: 20 Desember 1949-21 Januari 1950
Masa Demokrasi Terpimpin
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Dwikora II
Jumlah Anggota: 132 orang
Pimpinan: Presiden Sukarno
Masa Kerja: 24 Februari 1966-28 Maret 1966
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Ampera II
Jumlah Anggota: 24 orang
Pimpinan Kabinet: Jenderal Soeharto
Masa Kerja: 17 Oktober 1967-6 Juni 1968
Masa Orde Baru
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Pembangunan V
Jumlah Anggota: 44 orang
Pimpinan: Presiden Soeharto
Masa Jabatan: 23 Maret 1988-17 Maret 1993
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Pembangunan I
Jumlah Anggota: 24 orang
Pimpinan Kabinet: Presiden Soeharto
Masa Kerja: 6 Juni 1968-28 Maret 1973
Masa Reformasi:
Kabinet Paling Gemuk:
Kabinet Indonesia Bersatu II
Jumlah Anggota: 38 orang
Pimpinan: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Masa kerja: 22 Oktober 2009-22 Oktober 2014
Kabinet Paling Ramping:
Kabinet Gotong Royong
Jumlah Anggota: 33 orang
Pimpinan Kabinet: Presiden Megawati Soekarnoputri
Masa Kerja: 9 Agustus 2001-21 Oktober 2004
Sumber: Pusat Data Republika
Opsi Tim Transisi Jokowi:
1. Tetap dengan 34 menteri dengan nama kementerian diubah
Pertimbangan:
- Manuver fiskal anggaran terbatas
- Pemberesan tumpang-tindihnya kewenangan kementerian
- Mempercepat ritme kerja kementerian
2. Mengurangi jumlah kementerian menjadi 27 departemen
Pertimbangan:
- Sejumlah kementerian tak bisa ditiadakan
- Usulan pemecahan dan penggabungan kementerian
3. Mengurangi jumlah kementerian menjadi 20 atau 24 kementerian
Pertimbangan:
- Penyesuaian kebutuhan kementerian
Usulan Kabinet Tim Transisi
- Pembentukan Kabinet Maritim
- Pembentukan Kementerian Kedaulatan Pangan
- Pembentukan lembaga Penerimaan Negara
- Pemisahan Kementerian Pendidikan dan Budaya Nasional Menjadi Kementerian Pendidikan Dasar dan Kementerian Pendidikan Tinggi.
- Penggabungan Kementerian Pendidikan Tinggi dengan Kementerian Riset dan Teknologi.
Sumber: Rumah Transisi
Analisis Lembaga Administrasi Negara
I. Opsi Ideal
Kementerian Portofolio (Departemen)
1. Keuangan
2. Hukum
3. Pertahanan
4. Agama
5. Luar Negeri
6. Kesejahteraan dan Kesehatan Rakyat
7. Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga
8. Pendidikan Tinggi dan Iptek
9. Energi dan Sumber Daya Mineral
10. Pertanian (Perkebunan, Perikanan, dan Peternakan)
11. Kehutanan dan Lingkungan Hidup
12. Transportasi
13. Pekerjaan Umum dan Pemukiman
Kementerian Nonportofolio (Meneg)
14. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
15. Komunikasi dan Informasi
16. Industri, Perdagangan, Koperasi, dan UMKM
17. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
18. BUMN
19. Maritim
20. Dalam Negeri
Kantor Kepresidenan
1. Setneg
2. Urusan Pembangunan Nasional
3. Urusan Reformasi Administrasi
4. Urusan Pengawasan
5. Urusan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
II. Opsi Moderat
Kementerian Portofolio (Departemen)
1. Keuangan
2. Hukum
3. Pertahanan
4. Agama
5. Luar Negeri
6. Kesehatan
7. Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga
8. Pendidikan Tinggi dan Iptek
9. Energi dan Sumber Daya Mineral
10. Pertanian (Perkebunan, Perikanan, dan Peternakan)
11. Kehutanan dan Lingkungan Hidup
12. Transportasi
13. Pekerjaan Umum
14. Perumahan Rakyat
15. Kesejahteraan Rakyat
Kementerian Nonportofolio (Meneg)
16. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
17. Komunikasi dan Informasi
18. Industri dan Perdagangan
19. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
20. BUMN
21. Lingkungan Hidup
22. Maritim
23. Dalam negeri
24. Koperasi dan UMKM
Kantor Kepresidenan
1. Setneg
2. Urusan Pembangunan Nasional
3. Urusan Reformasi Administrasi
4. Urusan Pengawasan
5. Urusan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
III. Opsi Realis
Kementerian Portofolio (Departemen)
1. Keuangan
2. Hukum
3. Pertahanan
4. Agama
5. Luar Negeri
6. Kesehatan
7. Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga
8. Pendidikan Tinggi dan Iptek
9. Energi dan Sumber Daya Mineral
10. Pertanian (Perkebunan, Perikanan, dan Peternakan)
11. Kehutanan dan Lingkungan Hidup
12. Transportasi
13. Pekerjaan Umum
14. Perumahan Rakyat
15. Kesejahteraan Rakyat
Kementerian Nonportofolio (Meneg)
16. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
17. Komunikasi dan Informasi
18. Industri dan Perdagangan
19. Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
20. BUMN
21. Lingkungan Hidup
22. Maritim
23. Dalam negeri
24. Koperasi dan UMKM
Kantor Kepresidenan
1. Setneg
2. Urusan Pembangunan Nasional
3. Urusan Reformasi Administrasi
4. Urusan Pengawasan
5. Urusan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Kementerian Koordinator
1. Bidang Manajemen Pemerintah
2. Bidang Sektoral
Sumber: Analisis Lembaga Administrasi negara
Rapor Kabinet Indonesia Bersatu II
Versi Ombudsman RI*:
Rapor Merah:
Kementerian Pekerjaan Umum
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pertanian
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Rapor Kuning:
Kementerian Agama
Kementerian Hukum dan HAM
Kementerian Kehutanan (Kemenhut)
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kementerian Keuangan
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Kementerian Lingkungan Hidup
Kementerian Perhubungan
Kementerian Riset dan Teknologi
Rapor Hijau:
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
Kementerian Kesehatan
Kementerian Perdagangan
Kementerian Perindustrian
* Penilaian didasari pada pelaksanaan Undang-Undang dan pelayanan publik
Sumber: Observasi Ombudsman RI 2013
sumber: Republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar